Judul :Moga Bunda Disayang Allah
Pengarang : Tere Liye
ISBN : 9793210796
Penerbit :Republika
Halaman : 306 Halaman
Novel ini menceritakan seorang
anak yang mempunyai keterbatasan mental. Dia tinggal dengan kedua orang tuanya
yang mempunyai banyak harta dan sangat terhormat. Melati, nama anak itu, tidak bias
melihat, mendenar, dan sering memecahkan barang yang dipegang. Untungnya Bunda
Melati sangat sabar merawatnya.
Melati kurang mendapat kasih
sayang ayanhnya, HK, selalu sibuk dengan pekerjaannya, walau kadang sang Ayah
meluangkan waktu untuk makan bersama. Suatu hari Bunda Melati mencari seorang
pendamping yang bias mengajarinya untuk bias menjadi anak yang lebih baik,
Bunda Melati mendapat kabar bahwa ada seorang pemuda yang bernama Karang yang
sangat baik terhadap anak-anak.
Sebenarnya Karang adalah anak
atim piatu yang tidak mengenal orang tuanya. Dia dibesarkan oleh sepasang
pecinta anak yang tidak memiliki anak. Masa kecilnya yang kurang beruntung
membuat “dendam” dalam diri karang. Dia dendam untuk janji-janji kehidupan yang
lebih baik dimasa mendatang.
Sepeninggalan Ayah angkatnya, dia
bersama teman-temannya melanjutkan misi Ayah angkatnya tersebut. Karang
mendirikan banyak taman bacaan untuk anak-anak yang kurang beruntung dan
memotivasi mereka untuk meraih hari depan yang lebih baik.
Karang pandai membuat cerita yang
sarat akan motivasi. Dia sanggup membuat anak menangis diam sekejap hanya
dengan sentuhan lembutnya. Bahkan denga ungkapan yang membakar semangat
pendengarnya, seorang anak kecil yang terkena lumpuh bias sembuh dan berlari
riang.
Namun sebuah peristiwa naas
terjadi. Kala berlibur di tengah lautan luas, di atas perahu kecil yang diterpa
badai, belasan anak asuhnya meninggal sia-sia, termasuk Qintani, gadis kecil
yang dengan semangat dari Karang bias sembuh dari sakit lumpuhnya, bahkan bias berlari-larian.
Pada saat yang sama, seorang anak kecil yang tengah liburan dengan kedua orang
tuanya dengan pengasuhnya terkena musibah. Dia adalah “Melati”, gadis kecil
berusia tiga tahun yang begitu riang dengan suasana pantai, berlarian riang.
Rambut ikalnya bergoyang-goyang
ke kanan ke kiri. Jika tertawa, gigi kelincinya terlihat seakin lucu dengan
mata yang bening bagai biji buah leci. Namun ketika kebahagiaan itu pudar
karena melati terjatuh dan terhantam piring terbang yang berukuran kecil,
melati akhirnya menderita buta, tuli dan bisu.
Seketika keluarga HK berubah
100%. Melati sering mengamuk hingga usianya menginjak 6 tahun. Tiga tahun
dilalui melati hanya merasakan senyap, sepi, dan kosong. Berbagai usaha sudah
dilakukan bunda untuk kesembuhan Melati tapi gagal. Bahkan beberapa dokter
malah menyebut Melati sudah gila karena sering mengamuk.
Kejadian tiga tahun lalu juga
membuat Karang menyalahkan diri, meski sebenarnya hakim memutuskan Karang tidak
bersalah. Karang tetap mengurung diri di kamar tua tempat ibu asuhnya.idupan
karang juga berubah total, dari pribadi yang baik hati, penyayang, pecinta anak
kecil, menjadi seorang pemabuk. Waktu pagi hingga sore digunakan hanya untuk
tidur di kamar yang pengap karena jendela yang tidak pernah di buka.
Suatu hari buda HK menemui
Karang, dan meminta bantuannya untuk menolong Melati. Awalnya menolak, namun
akhirnya Karang mau membantu Melati, dan tinggal bersama di rumah bunda HK. Empat
hari berlalu, pembantu rumah tangga bunda HK menemukan botol minuman di kamar
Karang. Kontan Tuan HK mengusir Karang. Namun Karang menolak, dan berjanji
tidak akan mabuk lagi.
Hari demi hari dilalui Karang
dengan tanpa lelah memotivasi dan mengajari Melati mengenal dunia. Melati mulai
bias memegang sendok dan duduk di atas kursi plastic. Bunda Hk sangat bahagia.
Setelah tiga minggu berlalu, Tuan Hk pulang dari luar kota dan sangat terkejut
setelah melihat Melati mampu memegang sendok makan dan duduk, serta merasakan
air hujan yang jatuh di luar rumah. Kejadian ini membuat seisi rumah tertegun,
melihat perkembangan Melati yang semakin membaik. Yang paling mengejutkan dari
gadis kecil berusia 6 tahun yang buta, tuli sekaligus bisu, mampumenuliskan
kalimat indah “Bunda, met bobo, juga…Moga bunda di sayang Allah.
Dalam novel ini memiliki
kelebihan yaotu pengarang menciptakan karakter Melati, Bunda dan Karang dalam
sosok masing-masing yang tidak bias dibedakan mana yang leibh pantas disebut
tokoh utama. Novel ini juga memberikan bnayak pelajaran hidup kepada kita
tentang arti ikhlas, sabar bersyukur, dan keadilan Tuhan.
Sedangkan kekurangan pada buku
ini terdapat pada gaya bahasa yang menggunakan bahasa tidak baku, sentuhan
bahasa yang unik dansyarat makna, sehingga cukup sulit untuk mengartikan
kalimat demi kalimat. Pengulangan kalimat yang terlalu seing sehingga membuat
pembacanta kadankadang bosan, dan ceritanya sering berpindah-pindah.
#Kelas Nonfiksi
#OneDayOnePost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar