Kamis, 05 Desember 2019

Review Novel Moga Bunda Di Sayang Allah


Judul :Moga Bunda Disayang Allah
Pengarang : Tere Liye
ISBN : 9793210796
Penerbit :Republika
Halaman : 306 Halaman

Novel ini menceritakan seorang anak yang mempunyai keterbatasan mental. Dia tinggal dengan kedua orang tuanya yang mempunyai banyak harta dan sangat terhormat. Melati, nama anak itu, tidak bias melihat, mendenar, dan sering memecahkan barang yang dipegang. Untungnya Bunda Melati sangat sabar merawatnya.

Melati kurang mendapat kasih sayang ayanhnya, HK, selalu sibuk dengan pekerjaannya, walau kadang sang Ayah meluangkan waktu untuk makan bersama. Suatu hari Bunda Melati mencari seorang pendamping yang bias mengajarinya untuk bias menjadi anak yang lebih baik, Bunda Melati mendapat kabar bahwa ada seorang pemuda yang bernama Karang yang sangat baik terhadap anak-anak.

Sebenarnya Karang adalah anak atim piatu yang tidak mengenal orang tuanya. Dia dibesarkan oleh sepasang pecinta anak yang tidak memiliki anak. Masa kecilnya yang kurang beruntung membuat “dendam” dalam diri karang. Dia dendam untuk janji-janji kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang.

Sepeninggalan Ayah angkatnya, dia bersama teman-temannya melanjutkan misi Ayah angkatnya tersebut. Karang mendirikan banyak taman bacaan untuk anak-anak yang kurang beruntung dan memotivasi mereka untuk meraih hari depan yang lebih baik.

Karang pandai membuat cerita yang sarat akan motivasi. Dia sanggup membuat anak menangis diam sekejap hanya dengan sentuhan lembutnya. Bahkan denga ungkapan yang membakar semangat pendengarnya, seorang anak kecil yang terkena lumpuh bias sembuh dan berlari riang.

Namun sebuah peristiwa naas terjadi. Kala berlibur di tengah lautan luas, di atas perahu kecil yang diterpa badai, belasan anak asuhnya meninggal sia-sia, termasuk Qintani, gadis kecil yang dengan semangat dari Karang bias sembuh dari sakit lumpuhnya, bahkan bias berlari-larian. Pada saat yang sama, seorang anak kecil yang tengah liburan dengan kedua orang tuanya dengan pengasuhnya terkena musibah. Dia adalah “Melati”, gadis kecil berusia tiga tahun yang begitu riang dengan suasana pantai, berlarian riang.

Rambut ikalnya bergoyang-goyang ke kanan ke kiri. Jika tertawa, gigi kelincinya terlihat seakin lucu dengan mata yang bening bagai biji buah leci. Namun ketika kebahagiaan itu pudar karena melati terjatuh dan terhantam piring terbang yang berukuran kecil, melati akhirnya menderita buta, tuli dan bisu.

Seketika keluarga HK berubah 100%. Melati sering mengamuk hingga usianya menginjak 6 tahun. Tiga tahun dilalui melati hanya merasakan senyap, sepi, dan kosong. Berbagai usaha sudah dilakukan bunda untuk kesembuhan Melati tapi gagal. Bahkan beberapa dokter malah menyebut Melati sudah gila karena sering mengamuk.

Kejadian tiga tahun lalu juga membuat Karang menyalahkan diri, meski sebenarnya hakim memutuskan Karang tidak bersalah. Karang tetap mengurung diri di kamar tua tempat ibu asuhnya.idupan karang juga berubah total, dari pribadi yang baik hati, penyayang, pecinta anak kecil, menjadi seorang pemabuk. Waktu pagi hingga sore digunakan hanya untuk tidur di kamar yang pengap karena jendela yang tidak pernah di buka.

Suatu hari buda HK menemui Karang, dan meminta bantuannya untuk menolong Melati. Awalnya menolak, namun akhirnya Karang mau membantu Melati, dan tinggal bersama di rumah bunda HK. Empat hari berlalu, pembantu rumah tangga bunda HK menemukan botol minuman di kamar Karang. Kontan Tuan HK mengusir Karang. Namun Karang menolak, dan berjanji tidak akan mabuk lagi.
Hari demi hari dilalui Karang dengan tanpa lelah memotivasi dan mengajari Melati mengenal dunia. Melati mulai bias memegang sendok dan duduk di atas kursi plastic. Bunda Hk sangat bahagia. Setelah tiga minggu berlalu, Tuan Hk pulang dari luar kota dan sangat terkejut setelah melihat Melati mampu memegang sendok makan dan duduk, serta merasakan air hujan yang jatuh di luar rumah. Kejadian ini membuat seisi rumah tertegun, melihat perkembangan Melati yang semakin membaik. Yang paling mengejutkan dari gadis kecil berusia 6 tahun yang buta, tuli sekaligus bisu, mampumenuliskan kalimat indah “Bunda, met bobo, juga…Moga bunda di sayang Allah.

Dalam novel ini memiliki kelebihan yaotu pengarang menciptakan karakter Melati, Bunda dan Karang dalam sosok masing-masing yang tidak bias dibedakan mana yang leibh pantas disebut tokoh utama. Novel ini juga memberikan bnayak pelajaran hidup kepada kita tentang arti ikhlas, sabar bersyukur, dan keadilan Tuhan.

Sedangkan kekurangan pada buku ini terdapat pada gaya bahasa yang menggunakan bahasa tidak baku, sentuhan bahasa yang unik dansyarat makna, sehingga cukup sulit untuk mengartikan kalimat demi kalimat. Pengulangan kalimat yang terlalu seing sehingga membuat pembacanta kadankadang bosan, dan ceritanya sering berpindah-pindah.

#Kelas Nonfiksi
#OneDayOnePost

Tidak ada komentar:

Posting Komentar