Sabtu, 12 Oktober 2019

Fragmen Hati part 1


Fragmen Hati
Oleh: asma_cnr

  Pagi itu, Arunika memancarkan cahayanya yang indah dan hangat seakan memberikan suntikan kehangatan padaku  di sebuah gubuk yang tak terlalu mewah. Rumah yang berukuran tak terlalu besar. Rumah yang baru pertama kali kusinggahi.
  Yah, pagi nan cerah itu aku semangat mengawali hariku di rumah mertua. Tak ada angin dan tak ada hujan, sosok perempuan berbadan kecil, bermata lebar dengan wajah seperti menyimpan misteri bagiku, ia bernama Tesi, kakak iparku yang sedang duduk santai di ruang tamu. 
    Seperti biasa aku melakukan kegiatan bersih-bersih rumah dengan menyapu. Bagiku, di rumah ibuku atau di rumah mertua. Sama saja, aku selalu bangun lebih awal dan melakukan rutinitas sehari-hari, yaitu, nyapu, ngepel dan lain sebagainya. Terlebih lagi kegiatan memasak, sekarang aku sudah menjadi istri seseorang. Sehingga menjadikanku untuk membiasakan memasak untuk imamku yaitu suamiku. 

  Aku sangat menikmati apa yang kulakukan setiap pagi, menyapu ruangan hingga teras depan rumah mertuaku. Ketika sudah selesai menyapu di teras depan rumah, aku mendekati  kakak ipar dan mengajak ngobrol santai kala itu. 

      Namun, entah kenapa. Tiba-tiba obrolan dirasa semakin membuat hatiku bergemuruh hebat. Seperti ada petir bahkan panah yang menusuk tajam relung hatiku.

    "Hemmm....tahu gak, na...di sofa ini. Aku selalu bercanda ria dengan Diyah. Diyah itu sosok anak yang cantik dan baik. Kemana-mana selalu bersamaku. Diyah dan Yoyo itu pasangan yang romantis. Selalu bikin aku iri . Gak nyangka udah pergi duluan." Ucap Tesi kakak iparku.

    "Oh iya, mbak." Aku hanya menjawab singkat. Betapa berat rasanya menahan  gejolak panas dihati ini.

    Lanjut kakak ipar,"kasihan Yoyo masih muda ditinggal istrinya meninggal dan harus mengurus  anaknya sendiri."

      Air di hatiku mulai mendidih, panas yang luar biasa sedangkan Tesi menatapku selidik seakan menambah gemuruh dalam atmaku. Rasanya ingin lari dari ruangan itu, menangis dan teriak sekeras-kerasnya. Aku berusaha kuat menghadapi kakak iparku yang satu ini. 

   "Iya mbak, aku tahu betul rasanya kehilangan seorang yang dicintai bahkan disayangi. Akupun merasakan bagaimana kehilangan bapakku dan akupun sampai tak bisa melihat  terakhir bapakku tiada. Ketika itu, aku masih di semarang. Tiba-tiba dijemput. Sesampinya di rumah,  bapak sudah dimakamkan." Kujawab sembari menahan embun di bolamataku.

     "Kamu masih mending kehilangan bapak. Kalo Yoyo kan kehilangan istri! Bedalah rasanya!" Ucap Tesi Sembari menatap tajam ke arahku.

       Deg.

  Otakku semakin memanas, hatiku semakin mendidih bergemuruh kian berkecamuk.

    "Apa???masih mending???halooo...yang namanya kehilangan seseorang itu rasanya luar biasa. Aku tahu betul rasanya."  Ucap lirih hatiku dan sebongkah daging terdalamku semakin meronta, Seakan petir semakin menyambar atmaku. Berasa ingin jatuh air mata ini. Namun, kuberusaha kuat menahannya.

 Akhirnya, Aku tanpa permisi meninggalkan obrolan dan melanjutkan aktivitasku. Aku melanjutkan menyapu hingga ruangan dapur. Sesampainya di ruangan berkeramik biru langit, di westafle yang berukuran tak terlalu kecil. Aku nyalakan kran air, cuci tangan dan kuusap muka mungilku dengan sedikit air yang menempel telapak tanganku. Lalu  aku masuk kamar mandi. Menyalakan kran air. Menangis sejadi-jadinya. Tumpah ruah segala yang menusuk tajam relung hatiku.

   Belum ada seminggu aku menjadi menantu di rumah mertua. Bahkan baru semalam aku menjadi sosok menantu di rumah bercatkan warna kelabu. Seakan menandakan awal kelabu hariku di rumah mertua. Rasanya hatiku semakin terluka. Sakit. Jika untuk memilih, lebih baik luka tergoreskan belati daripada luka yang tertusuk lisan yang terjaga arahnya.

Astaghfirullah.

      Mampukah aku menjalani hidup baruku bersama Yoyo. Jika masih bertemu dengan orang satu ini bernama Tesi yang suka membanding-bandingkan hingga menusuk tajam relung hatiku.

     "Jangan putus asa, wahai diri. Biarkan nyinyiran tajam itu sedang membawa lisannya mencari tempat persinggahan terbaik di singgasana-Nya." Lirih hatiku untuk menenangkan diri dan menyemangati diri.

*** bersambung

#Odobbatch7
#onedayonepost
#komunitasodob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar