Senin, 14 Oktober 2019

Fragmen Hati Part 2


Oleh : asma_cnr

      Tiga tahun rasanya cepat berlalu, roda kehidupan terus berputar atas kehendak-Nya. Namun mengapa luka ini masih terus menganga. Ketika itu, tepat tanggal 1 September 2018. Adik Yoyo bernama Eno sedang melangsungkan pernikahan. Kebetulan, keluarga besarku diundang oleh keluarga Yoyo.

Tepat acara ijab qabul, kakak sepupu dari ibuku menghadiri acara tersebut. Melihat mereka datang rasanya senang sekali. Aku segera mendekati mereka. Lalu kuajak mereka ke ruang tamu. Di ruang tak begitu besar, ada Eno dan Tesi kakak iparku. Nah, selayaknya saudara. Aku dengan wajah sumringah memperkenalkan saudaraku.

     Ketika itu, rasanya aku menemukan keganjilan. Saudaraku tak disambut dengan ramah. Hanya disambut dengan pandangan sinis yang mereka tampakkan. Melihat suasana seperti itu hatiku mulai bergejolak. Semakin meradang sukmaku.

     Selama tiga tahun, kuberusaha kuat, kuberusaha sabar dan tegar menghadapi saudara-saudara suamiku. Hari itu, hari pernikahan Eno, puncaknya atmaku menyeruak. Selaksa halilintar yang terus bergemuruh hebat memekakkan dunia dan seisinya.

    Setelah kupersilakan duduk, kakak sepupuku bersama yang lainnya. Aku berjalan menuju tenda bagian prasmanan. Aku memilih duduk lalu Yoyo mendekatiku. Karena mendapatiku dengan wajahku yang sudah berubah 180 derajat. Muka ceria yang kumiliki berubah menjadi memerah menyala menahan amarah yang menyesakkan dada.

      "Na, Mbak Iko dan Mbak Re sudah disapa belum?" Tanya Yoyo seakan ia tak tahu bahwa petir mulai menggelegar di dalam sukmaku.

Aku cukup mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Yoyo.

"Yuk, Temani mbak Iko dan mbak Re ya di ruang tamu, kasihan kan taka da yang menemani?" ajak Yoyo kepadaku.

Namun aku masih terdiam dan kaku. Rasanya badan semakin tak mampu bergerak. Wajahku seakan merah membara, aku menatap tajam Yoyo. Aku tarik nafas dalam lalu aku berkata, 
   
 "Mau keluargamu apa? Jika memang berniat mengundang saudaraku, mengapa harus disambut dengan tatapan sinis?! Tamu itu harus disapa dan dihormati. Bukan malah dicueki dan dipandang sinis?!."

Yoyo pun semakin memerah wajahnya, dengan menahan amarahnya. Ia jawab, "bisa tidak di acara seperti ini jangan menyulut amarah?"

Aku sudah muak dan bosan dengan suasana yang semakin memanas sukmaku. Aku pun berlari menuju ruang belakang rumah. Terdapat ruang kosong. Kumenangis sejadinya di ruang itu. Aku berusaha melirihkan suara tangisku. Namun, ketika itu Icha melihat aku sedang tergugu menangis. Icha mendekat dan berkata,  "Umi, kenapa mengangis? Kenapa umi menangis disini?"

    "nggak apa-apa. Cha. Umi hanya ingin menangis disini. Sekarang icha kedepan saja ya. Biarkan umi di sini." Jawabku sembari mengelap bulir huan dari netraku.

Kemudian Icha berlari keluar ruangan sembari teriak memanggil suamiku, BapakbapakUmi nangis di belakang.

Mbak Iko dan mbak Re mendengar Icha memanggil Ayahnya. Kemudian mencari keberadaanku. Dan akhirnya menemukanku di kamar belakang. Lalu dipeluklah aku. Aku menangis histeris setelah dipeluk mbak Iko. Rasanya lukahatiku yang telah lama kusimpan sendiri terluapkan dengan menangis yang luar biasa.

"Kenapa Is?" Tanya mbak Iko sembari memelukku.

"Maafin Isna ya mbak, Isna nggak kuat di sini. Melihat mbak Iko dan mbak Re dipandang sinis oleh mbak Tesi rasanya aku benci sekali."

     "Ya Allah, Nnanggak apa-apa, na. Isna jangan berpikir macam-macam ya" ucap mbak Iko sembari mengelus punggungku perlahan.

"Aku sedih mbak, mau sampai kapan aku seperti ini?" ucapku seakan rasanya hidupku sudah tak berarti lagi.

"Mbak Iko tahu, Isna sudah lama menahan luka dari sikap keluarga Yoyo. Sekarang Isna belajar untuk mencoba tenangkan diri, perbanyak istighfar. Itu kuncinya ya, Isna sayang." tegas mbak Iko berusaha menenangkanku.

"AstghfirullahalAdzim...kenapa aku seperti ini, mbak Iko?" Aku semakin memeluk erat mbak Iko.

        "Mbak Iko percaya, Isna bisa bangkit dan semangat dari keterpurukan ini. Jangan terus simpan lukamu. Ayo, teruslah bangkit dan buka hatimu, Na. bahwa dalam rumah tangga itu banyak orang di sekelilingnya. Tiap orang mempunyai karakter masing-masing. Setiap orang juga berhak suka dan tidak suka. Jika memang ada beberapa keluarga Yoyo tidak suka dengan Isna. Semua itu wajar, sayang." Ucap mbak Iko. Ia berusaha menasihatiku supaya aku terus bangkit dan semangat menjalani hidup berumah tangga.

Siang itu suasana panas cetar membahana seperti hatiku. Meski hatiku tersayat dan terluka dalam tangisku. Aku terus berpikir dan meyakinkanku bahwa selama tiga tahun ini kuberusaha menahan luka yang menganga tapi aku harus kuat, sabar dan tegar.

     'Bukankah aku sudah berjanji pada diriku bahwa aku harus bangkit dari keterpurukan. Saat ini aku adalah istri Yoyo. Diyah adalah Diyah., sosok yang sudah bahagia bersama-Nya. Aku tak ingin peduli lagi apa yang kakak iparku perbuat.
Aku harus fokus pada tujuan hidupku. Bahagia bersama Icha gadis semata wayangku dan Yoyo suamiku, yang kelak akan membawaku ke surga bersama cinta-Nya. Harapan akan selalu terpatri dan memperkuat janji dalam diri ini.

Kunci kebahagiaan adalah terletak pada menerima dan memaafkan. Menerima segala ketentuan dari-Nya dan memaafkan segala ujian yang ditempakan oleh makhluk-Nya serta bagaimana membawa diri menjadi pribadi yang ikhlas jika bertemu cinta-Nya.

#Odobbatch7
#onedayonepost
#komunitasodob
 

8 komentar: