Minggu, 27 Oktober 2019

Tantangan Pekan VII "Merajut Asa"


Merajut Asa
Oleh : asma cnr

    Satu dua kendaraan lalu lalang di sepanjang jalan yang kulalui, debu yang beterbangan ditiup angin membuat perih bola mata. Langit biru bersih tanpa gumpalan awan putih menandakan hari nampak berseri. Matahari pun sempurna bersinar garang di kota yang panas ini, kota kecil yang dikenal dengan produksi minyak buminya yang berlimpah dan perkebunan kelapa sawit yang sedang berkembang.

Namun sebagian masyarakatnya hidup dalam jeratan kemiskinan di sepanjang pipa yang mengalirkan pundi-pundi Dollar untuk negeri ini. Kala itu, tahun 1980an akhir masa di mana sistem pemerintahan masih diatur sepenuhnya oleh pusat (Sentralisasi).

Kaki-kaki kecilku melangkah menapak dari satu jalan ke jalan lainnya, dari satu gang ke gang yang lain menjajakan daganganku agar dibeli oleh pelanggan. Sepanjang jalan itu kuperdengarkan teriakan suaraku hingga menerobos ke rumah-rumah mencoba menggoda para penghuninya.

"Roti ... roti ... rotinya, Buk ... masih hangat!" 

Terkadang suaraku harus bersaing dengan pedagang lainnya yang mencoba peruntungan demi mengais sesuap nasi.

Ketika itu aku masih duduk di kelas 5 SD, aku bukan anak-anak lagi yang bisa semaunya menghabiskan waktu untuk bermain seperti yang dilakukan teman sebaya. Aku selalu sedih bila memikirkan Mamak banting tulang untuk menghidupi kami, kakak beradik yang harus kehilangan Bapak setahun yang lalu karena kecelakaan lalu lintas yang dialaminya.

"Aku berjualan roti ya, Mak," pintaku kepada Mamak. Namun, Mamak hanya terjam. Selang beberapa hari sebelumnya Aku menyampaikan kerisauan hati tentang kondisi ekonomi keluarga yang sedang dalam masa sulit.

"Apa sekolahmu tak terganggu, Alfa?" tanya Mamak dengan sorot mata sedih. 

"Insyaallah tidak, Mak, Aku bisa bagi waktu," kataku tegas berupaya meyakinkan mamak.

Kami sembilan bersaudara pastilah menjadi beban yang amat berat bagi Mamak yang berjuang sendiri karena abang tertua saja masih duduk di kelas 2 SMEA.

Jarum jam menunjuk pukul 6 sore. Lebih tepatnya adzan maghrib berkumandang.  Aku segera bergegas pulang dengan wajah ceria, senyum sumringah kutebarkan pada setiap orang di rumah. Dengan tangan menenteng sesuatu aku mendekati Mamak.

"Alhamdulillah, Mak, daganganku hari ini habis semua." Ucapku pada mamak.

"Alhamdulillah. dihemat-hemat uangnya, Nak," kata Mamak.

"Iya, Mak. Tapi uang ini Mamak gunakan saja untuk belanja sayur besok pagi," kataku sambil mengeluarkan receh dari kantong celana.

Bola mata mamak basah memandangiku, Aku tahu Mamak sedih atas keputusan anak kelimanya ini dalam membantu beban hidup keluarga. Dipeluknya aku dengan penuh cinta.

#odopbatch7
#onedayonepost
#komunitasodop
#tantangan pekan Vii
#belajar merangkai aksara

6 komentar: